Resensi Buku: Pengantar Filsafat Islam

Nama  : Hidayati Fauziyah

Nim     : 11530036

 

FILSAFAT ISLAM

  1. A.    Identitas Buku

Judul Buku                                          : Pengantar Filsafat Islam

Pengarang Buku                                  : Ahmad Hanafi, Ma

Nama Penerbit                                    : PT. Bulan Bintang

Cetakan dan Tahun Terbit                  : Cetakan keenan Tahun 1996

Tebal Buku dan Jumlah Halaman       : 208 Halaman; 24,5 cm

 

  1. B.     Pengantar Filsafat Islam

Buku ini terdiri dari 14 bab dan bermacam-macam subbab. Kata pengantar buku ini disampaikan oleh Prof. H. Mukhtar Yahya. Dalam pengantar buku ini pak yahya menjelaskan bahwa Filsafat tidak bertentangan dengan Islam. DI dalam Islam justru diabjurkan untuk berfilsafat.

Bab Pertama menejelaskan pengertian dan lapangan Filsafat juga perbedaan antara Filsafat Islam dan Filsafat Arab beserta alasannya. Filsafat diucapkan “falsafah” dalam bahasa Arab, Kata Filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berarti “Cinta kepada pengetahuan” yang terdiri dari 2 suku kata yaitu philos yang berarti cinta dan shopia yang berarti pengetahuan. Dalam pembahasan tentang perbedaan antara Filsafat Islam dan Filsafat Arab disebutkan tokoh seperti Maurice de Wulf, Emil Brehie dan Lufti as-Sayyid ini adalah tokoh yang lebih setuju dengan istilah Filsafat Islam. Tokoh yang lebih mendukung Istilah Filsafat Islam seperti Max Horten, De Boer dan Carra de Vaux. Masing-masing mempunyai alasan dan argumen yang menguatkan pendapatnya.

Bab kedua, bab ini melihat dari pendapat dari para orientalis. Pandangan oreintalis ini dibagi kedalam dua masa, yaitu pada masa abad 19 dan 20. Dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa orientalis pada abad ke-20 lebih fleksibel daripada orientalis pada masa sebelumnya. ini terlihat dari pendapatnya mengatakan bahwa Filsafat Islam merupakan suatu kutipan semata-mata dari filsafat Aristoteles beserta ulasan-ulasannya, namun pendapat ini berangsur-angsur memudar dan para orientalis mengakui adanya corak-corak Islam yang memadu dengan unsur-unsur Yunani. Alasan lainnya,pada abad ke 20 juga mulai terbuka anggapan yang mengatakan bahwa Al-Quran dan Sunnah itu tidak menghalangi manusia untuk berfilsafat. Kebudayaan Islam justru mendukung dan membebaskan untuk berfikir yang bebas tetapi terikat. Alasan terakhir, ada kecenderungan tasawuf sebagai salah satu cabang filsafat terutama pada masa akhir-akhir ini.

Bab ketiga, dalam bab ini dibahas mengenai pendapat ulama-ulama mengenai Filsafat Islam. Banyak dari para ulama yang pada awalnya sangat menolak keseluruhan yang berhubungan dengan filsafat dengan mengemukakan beberapa alasan yang berdasar dengan agama. Contohnya adalah filsafat metafisika atau filsafat ketuhanan dari Aristoteles. Dan ia menjadi sasaran kemarahan Ahlussunnah, karena seluruh pemikiran Aristoteles berlawanan dengan Islam. Selanjutnya ialah Ilmu Mantik yang mendapat kecaman karena dianggap berbahaya bagi akidah-akidah agama. Ada tokoh filsafat yang difitnah dan buku-bukunya dibakar, yaitu Ibnu Rusyd. Namun dengan perkembangan zaman, banyak pula ulama yang mendukung tentang keberaan filsafat.

Bab keempat, bab ini membahas hubungan antara filsafat Islam, filsafat Yunani, dan Filsafat Masehi. Hubungan filsafat Yunani dangan Filsafat Islam adalah buku-buku karangan filosof muslim yang banyak diterjemahkan kedalam bahasa Latin seperti bukunya Al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibn Rusyd. Dari pemikiran-pemikirannya ada yang telah membentuk aliran filsafat di Barat. Hubungan Filsafat Islam dan Filsafat Yunani banyak anggapan bahwa Filsafat Islam adalah filsafat Yunani. Filosof-filosof Muslim hanya mengekor dari pemikirannya Aristoteles. Namun seiring dengan perkembangannya, dunia seolah mengakui kalau filsafat Islam juga mempunyai corak khusus tentang Islam. Ini dipengaruhi lingkungan dan suasana terhadap jalan pikiran mereka yang berbeda dengan filosof Yunani.

Bab kelima, bab ini membahas tentang keadaan filsafat Yunani sebelum Islam datang. Fase Hellenisme ialah fase dimana pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh orang-orang Yunani, yaitu sejak abad ke-5 sebelum masehi sampai akhir abad ke-4 sebelum masehi. Fase Hellenisme Romawi (Greko Romawi) ialah fase yang datang sesudah fase Hellenisme, dan yang meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa Kerajaan Romawi, serta ikut serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani, antara lain pemikiran Romawi di Barat dan pemikiran di Timur yang ada di Mesir dan Siria. Masing-masing dari fase tersebut mempunyai ciri khasnya sendiri.

Bab keenam, bab ini membahas tentang persiapan orang muslim untuk berfilsafat. hal ini dimulai dari penerjemahan buku-buku filsafat, dalam subbab ini membahas yaitu cara penerjemahan, motif-motif penerjemahan dan buku-buku yang diterjemahkan. Penerjemahan buku-buku milik Plato serta permasalahan-permasalahan yang menghalanginya juga perdebatan tentang pemikirannya. Selanjutnya penerjemahan buku-buku miliknya Aristoteles, buku yang di terjemah ini meliputi banyak bidang seperti buku-buku tentang Logika, Fisika, Etika, Metafisika, serta perdebatan tentang pemikiran Aristotelas yang datang dari orang Islam. Selanjutnya penerjemahan buku-buku Hellenisme Romawi yang disusul penerjemahan buku-buku pada masa Neo Platonisme. Dalam bab ini juga dibahas catatan-catatan terhadap penerjemahan meliputi kepalsuan nisbat buku-buku filsafat, penyebaran pikiran-pikiran keagamaan, dan juga tentang kekeliruan anggapan. Dalam subbab terakhir juga dibahas alasan dan sebab-sebab filsafat Yunani itu di terima. Disini terangkan bahwa filsafat Yunani tidak langsung diterima begitu saja oleh masyarakat Islam. Tetapi melalui masa dan tahap yang panjang sebelum filsafat itu diterima oleh Islam. Dan disini juga diambilkan pendapat dari para kalangan Sufi.

Bab ketujuh, bab ini membahas tentang kolaborasi antara Agama dan filsafat menurut al-Kindi dan Ibn Rusyd. Al-Kindi berpendapat bahwa “filsafat ialah ilmu tentang kebenaran dan agama juga mengajarkan ilmu tentang kebenaran pula,” jadi menurutnya tidak ada perbedaan antara filsafat dan Agama. Lain lagi dengan Ibn Rusyd, dalam penjelasannya mengenai hal ini ia menguraikan perlunya pemaduan tersebut karena empat persoalan. Yaitu keharusan berfilsafat menurut Syara’, pengertian lahir dan pengertian batin serta keharusan takwil, aturan-aturan takwil dan yang terakhir adalah pertalian antara akal dengan wahyu. Ibnu Rusyd juga mempunyai keterangan yang cukup panjang mengenai hal ini melebihi orang-orang sebelumnya. dalam bab ini juga di bahas tentang kedudukan dan pertalian antara wahyu dengan akal. Serta membahas problem-problem besar yang menjadi pembahasan yang sangat pelik dalam filsafat seperti problem ide Ketuhanan, pertalian Tuhan dengan alam, dan Keabadian Jiwa.

Bab kedelapan, mulai pada bab ini dibahas tentang tokoh. Tokoh yang dibahas pertama adalah al-Kindi (185-252 H / 806-873 M), pembahasan mengenai al-Kindi ini meliputi Hidup dan karyanya serta pemikran-pemikirannya tentang filsafat seperti filsafat fisika dan metafisika. Al-Kindi adalah filosop yang pertama-tama menyelami persoalan filsafatdan keilmuan dengan menggunakan bahasa Arab. Dalam filsafat fisika ia mengikuti Aristoteles, meskipun tidak menyetujuinya dalam soal Qadim-nya alam semesta beserta alasan-alasannya. Demikian juga dalam soal kejiwaan ia mengesampingkan Aristoteles dan lebih suka memilih pemikirannya Plato, karena pemikiran-pemikiran Plato ini bersifat Rohani (idealis) yang sesuai dengan ajaran Agama Islam. Pemikiran dia tentang Tuhan dan sifat-Nya, al-Kindi bersikap sebagai orang Islam Mu’tazilah. Kalau di cari persamaannya dengan aliran-aliran filsafat sebelumnya maka aliran Stoa yang cocok dengannya. Aliran ini menganggap Tuhan sebagai zat pengatur dan pemelihara alam, yang kekal, dimana bekasnya nampak dengan jelas pada alam.

Bab kesembilan, pada bab ini tokoh yang dibahas adalah al-Farabi (257-337 H / 870-950 M). Al-Farabi adalah pembangun filsafat dalam arti yang sebenarnya dan ia telah meninggalkan sebuah banguna filsafat yang teratur rapi bagian-bagiannya dan oleh karenanya Ibnu Khillikan menakannya Filosof Islam yang paling besar. Dalam pembahasannya tentang al-Farabi akan meliputi subbab berikut, hidup dan karyanya. Al-Farabi dan Kesatuan Filsafat, (filsafat al-Farabi sebenarnya adalah filsafat hasil campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme dengan pemikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syi’ah Imamiah) ini meliputi cara mempertemukan pendapat Plato dengan Aristoteles, Cara hidup Plato dan Aristoteles, gaya bahasa karangan-karangan Plato dan Aristoteles, Teori idea, teori Epistemologi, dan usaha al-Farabi dalam mempertemukan pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles. Subbab selanjutnya yaitu tentang logika, Filsafat Matafisika (ini meliputi Tuhan, hakikat Tuhan, dan sifat-sifat Tuhan), Emanasi al-Farabi (dalam bagian ini juga akan dibahas kritik terhadap teori Emanasi), Negeri Utama (ini membahas tentang masalah kemasyarakatan dan menyinggung sedikit masalah politik) meliputi sifat-sifat Kepala Negara Utama dan lawan-lawan Negeri Utama, Tasawuf al-Farabi, teori Kenabian (meliputi sikap al-Farabi terhadap Persoalan Kenabian, Kritik terhadap Pendapat al-Farabi tentang Teori Kenabian, pengaruh teori Kenabian dari al-Farabi, Pendapat Ibnu Rusyd tentang Teori Kenabian, Pendapat al-Ghazali tentang Teori Kenabian, Pendapat Ibnu Maimun tentang Teori Kenabian, Albert the Great dan Teori Kenabian, Spinoza dan Teori Kenabian, Al-Afghani dan Teori Kenabian Muhammad Abduh dan Teori Kenabian).

Bab kesepuluh, tokoh yang selanjutnya dibahas adalah Ibnu Sina. Ibnu Sina tidak pernah mengalami ketenangan, dan usianyapun tidak panjang. Meskipun banyak kesibukannya dalam hal politik, sehingga ia tidak banyak mempunyai karangan-karangan. Namun ia mempunyai berpuluh-puluh karya seperti  Asy-Syifa, An-Najat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Qanun, Al-Hikmah al-Masyriqiyyah. Ia adalah orang yang dikenal dengan orang yang pandai mengatur waktu, mempunyai kecerdasan otak dan mempunyai kekuatan hafalan.Meliputi hidup dan karyanya, Dasar-Dasar Fisika (Benda Shurah dan Tiada, Gerak dan Diam, Zaman, Tempat, kekosongan, terbatas dan tidak terbatas), Pembahasan Kejiwaan Pada Ibnu Sina (meliputi Kejiwaan dalam Quran dan Hadis, Kejiwaan pada pikiran-pikiran bukan Islam, Kejiwaan dalam pandangan tokoh-tokoh Yunani, Kejiwaan pada Ulama-ulama Kalam, Kejiwaan pada golongan tasawuf, Kejiwaan pada filosof-filosof Islam sebelum Ibnu Sina), Kejiwaan pada Ibnu Sina (meliputi 1. Dalil Alam Kejiwaan. 2. Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan. 3. Dalil Kelangsungan [kontinuitas], 4. Dalil orang terbang atau tergantung di udara), Nilai Dalil-dalil Wujud Jiwa dari Ibnu Sina, Cogito dari Descartes, Kebaharuan Jiwa.

Bab kesebelas, tokoh yang dibahas dalam bab ini adalah al-Ghazali. Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir yang telah meninggalkan pengaruh yang besar dan memberikan wajah baru dalam Islam. Ulama Kalam sebelum Al-Ghazali telah memerangi Filsafat tetapi tidak ada seorangpun yang dapat merubuhkan filsafat dari dasarnya sama sekali dengan metode yang teratur rapi. Seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali. Dalam bukunya tahafut al-Falasifah, ia telah menguji setiap pikiran filsafat dan menunjukan kelemahannya. Meskipun mengkritisi filsafat tetapi al-Ghazali tetap seorang filosof yang kadang-kadang menjelaskan kepercayaan Islam berdasarkan teori Neo-Platonisme. Al-Ghazali juga mempunyai kritikan yang ditujukan kepada filosof-filosof sebelumnnya seperti Ibnu Sina dan Farabi. Ia mengkritik 3 persoalan metafisika yang menurutnya berlawanan dengan Islam. Tiga masalah ini adalah tentang Qadimnya Alam, Ilmu Tuhan terhadap hal-hal/ peristiwa kecil, kebangkitan jasmani. Al-Ghazali juga menentang ilmu kalam dan ulama kalam, namun ia tetap menjadi seorang tokoh kalam. Tantangannya hanya ditujukan kepada tingkah laku mereka dan kejauhan hati mereka dari agama yang dipertahankan oleh mereka dengan mulut. Al-Ghazali adalah penganut aliran Asy’ariyah. Al-Ghazali juga mengambil jalan tasawuf, tetapi membebaskan tasawuf dari setiap tindakan yang dapat menjauhkannya dari Islam, seperti pikiran Khulul (Tuhan bertempat pada manusia), ittihad, dan Wihdat al-Wujud. Dalam bab ini disinggung beberpa subbab tentang pemikirannya Al-Ghazali seperti Corak tasawufnya Al-Ghazali, persoalan yang mendasar seperti Apakah al-Ghazali itu seorang Filosof ?, kritik al-Ghazali terhadap para filosof sebeumnya dan alasan yang diberikan oleh al-Ghazali.

Bab kedua belas, bab ini akan menjelaskan tentang pemikirannya Ibnu Majah. Ibnu Majah telah memberi corak baru terhadap filsafat Islam Barat dalam teori Ma’rifat (epistemologi, pengetahuan), yang berbeda sama sekali dengan corak Al-Ghazali yang berkembang di Dunia Timur.`menurut al-Ghazali ilham merupakan sumber pengetahuan yang paling penting dan paling dipercaya. Setelah datang Ibnu Majah, ia menolak teori tersebut dan mengatakan bahwa seseorang dapat mencapai puncak ma’rifat dan meleburkan diri pada akal-Faal, jika ia sudah dapat terlepas dai keburukan-keburukan masyarakat, dan menyendiri serta dapat memakai kekuatan pikirannya untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin, juga dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya. Ibnu Majah juga membagi perbuatan-perbuatan manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah perbuatan yang timbul dari motif naluri dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya, baik dekat ataupun jauh. Bagian kedua ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang bersih dan tinggi dan bagian ini disebutnya “perbuatan-perbuatan Manusia”.

Bab ketiga belas, tokoh yang dibahas dalam bab ini adalah Ibnu Thufail (506-581H/ 1110-1185 M). Karangan-karangan yang ia karang tidak sampai kepada kita, kecuali kisah Hay bin Yaqadhan. Dan didalam kisah inilah terdapat pemikiran beliau mengenai filsafat seperti yang disimpulkan oleh al-Jisr dalam buku Qissat al-Iman. Yaitu :

  1. Urut-urutan tangga ma’rifat (pengetahuan) yang ditempuh oleh akal, dimulai dari obyek-obyek indrawi yang khusus sampai kepada pikiran-pikiran universal.
  2. Tanpa pengajaran dan petunjuk, akal manusia bisa mengetahui wujud Tuhan, yaitu dengan mengetahui tanda-tandanya pada makhluk-Nya dan menegakkan dalil-dalil atas wujud-Nya itu.
  3. Akal manusia itu kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidak mampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran.
  4. Baik akal menguatkan Qadim-Nya alam atau kebaharuannya namun kelanjutan dari kepercayaan tersebut adalah satu juga yaitu adanya Tuhan.
  5. Manusia dengan akalnya sanggup mengetahui dasar-dasar keutamaan dan dasr-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan.
  6. Pokok dari semua hikmah adalah apa yang telah ditetapkan oleh Syara’. Dll.

Bab keempat belas, bab yang paling akhir ini membahas tentang tokoh Ibnu Rusyd (520-595 H / 1126-1198 M). Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam terhadap filsafatnya Aristoteles. Ia sangat gemar terhadap ilmu pengetahuan. Menurut Ibnu Rusyd Dalil-dalil Wujud Tuhan menurut Syara’ yang meyakinkan yaitu dalil ‘inayah (pemeliharaan) dan dalil ikhtira’ (penciptaan), yang kedua-duanya terdapat dalam Al-Quran. Menurut penelitian Ibnu Rusyd , ayat-ayat Al-Quran ini bisa dibagi menjadi 3 golongan. Pertama, ayat-ayat yang berisi peringatan terhadap dalil ‘inayah. Kedua, ayat-ayat yang berisi pengingatan terhadap dalil ikhtira’. Ketiga, ayat-ayat yang berisi pengingatan terhadap kedua kedua dalil tersebut. Ibnu rusyd juga mempunyai teori Kausalitas yaitu teori tentang penciptaan alam semesta. Ibnu rusyd  juga mempunyai karya yang didalamnya sanggahan terhadap pemikiran dari al-Ghazali mengenai para filosof terdahulu, yang berjudul Tahafut at-Tahafut.

  1. C.    Kelebihan dan Kekurangan Buku

v  Kelebihan Buku

Buku ini pembahasan yang sangat panjang mengenai filsafat. Dari awal mula adanya filsafat. Kelebihan dari buku ini adalah pembahasan yang dibahas mengenai filsafat sangak kompleks, juga memasukkan para tokoh orientalis, para ulama, para Sufi, ahli kalam untuk memperkuat argument atau membandingkan dan juga ada yang menyanggah pendapat dari tokoh yang sedang di bahas. Adanya pendapat lain dari luar ahli filsafat membuat pembahasan semakin menarik dan semakin luas pemahaman dan pembahasannya. Jadi tidak hanya melihat dari sudut filsafat, tetapi mengkolaborasikan dari sudut yang lain oleh para ahli lainnya.

v  Kekurangan Buku

Buku ini sedang tidak terlalu tebal dan juga tidak terlalu tipis. Kekurangan dari buku ini adalah kurangnya penjelasan yang lebih detail dari dari beberapa penjelasan yang ada. Buku ini kompleks, tetapi karena terlalu kompleksnya itu jadi kadang ada bagian yang hanya dibahas hanya sekilas padahal seharusnya dibahas lebih dalam. Masalah yang kedua adalah bahasa. Bahasa yang dipakai ada yang terlalu tinggi bahasanya, jadi sukar untuk dipahami bagi pemula.

 

  1. D.    Kesimpulan

Filsafat terbentuk dari bahasa Yunani yaitu Philoshopia. Filsafat islam adalah filsafat yang terinspirasi dari filsafat Yunani. Filsafat Islam ini bukanlah seluruhnya adalah hasil mengadopsi dari Filsafat Yunani, melainkan adalah hasil kolaborasi antara filsat Yunani yang terpengaruhi oleh alur pemikiran orang Islam di Arab dan lingkungan yang berbeda, sehingga filsafat Islam ini mempunyai ciri khas tersendiri dalam corak-corak pemikirannya.

Setelah membaca buku ini saya Hidayati Fauziyah lebih mengerti dan lebih memahami tentang filsafat Islam yang ditinjau dari perspektif sejarah dan corak pemikiran. Didalam filsafat Islam sendiri, tidak semua para filosofnya mempunyai pandangan yang sama. Sudah menjadi hal yang wajar jika terjadi perbedaan pandangan, tetapi mereka itu masing-masing mempunyai pendapat sendiri-sendiri yang memperkuat argumentnya. Para Filosof pada masanya mempunyai pro dan kontra dalam karyanya. Dan karyanya itu berpengaruh sebesar apa atau menimbulkan kontra apa yang semakin membuat kajian filsafat semakin asyik dan menyenangkan.

Untuk para pencinta ilmu filsafat atau para mahasiswa saya sarankan untuk membaca buku ini sebagai tambahan referensi tentang ilmu filsafat. dan mungkin isinya bisa dijadikan sebagai bahan diskusi lnjutan atas ilmu filsafat.

Tinggalkan komentar